Selasa, 14 April 2015

Tato Suci Membekas Di Hati

-Anatai_Koi
            
          Tato di tangannya merupakan ciri khasnya. Aku tak peduli. Aku akan tetap menyukai hal itu. Meski dia sering memperlakukanku dengan kasar dan tidak peduli. Aku berusaha ingin menyukai tatonya…
            Paginya aku berjalan menuju sekolah, yang entah apa tujuanku ke sekolah. Hanya saja yang ada dipikiranku adalah absenku, absenku.. dan melihat dia apakah absen atau bersekolah. Saat kutaruh tasku di pegangan kursi, kuberjalan mendekati jendela, berharap dapat melihatnya sedang berjalan dari lantai bawah. Memang dia datang, menuju kelas… tetapi tato khas-nya itu menghilang—membekas?

            Istirahat berlangsung lumrah dikantin, tetapi dia berdiam diri diujung kelas, sendiri. Sambil membawa nasi soto kesukannya aku berjalan. Menyapa, “Hai!” dan dia hanya tersenyum.
“Kenapa diem??” Tanyaku.
“Ada apa tuh bawa nasi soto…, buat Ari yah?”
.Senang, dia masih sopan padaku, memanggil dirinya dengan sebutan “Ari”. Aku senang dia sudah tidak kasar lagi. Memandangnya, begitu tenang.
“Wezz! Jangan melamun. Kesamber petir loh…!” Ucapnya mengancam.
“Idih! Nih, pokoknya ini itu nasi soto yang masih hangat” Jawabku, dengan kata “masih” yang agak panjang.
“Buat Ari?” Tanya sudah gembira.
“Pengennya…??” Akupun meliriknya dengan kedipan mata dan tersenyum. Diapun segera mengambil mangkuk nasi soto itu dan memakannya lahap.
Kami bercanda setelahnya. Tidak ada yang salah dengan momen ini.., sangat sempurna.

            Malamnya aku mandi dan memakai baju tidur. Sambil mengelap rambut yang basah dengan handuk, aku membuka kotak hitam yang berisi tinta-tinta hitam… bertanya-tanya dalam hati, “kemana tato khas-nya itu?”. Bayangan wajahnyapun sekilas terlewat, mengatakan esok’kan menanti, tidurlah…
Tidurku. Malamku. Malam yang indah dan begitu terang dengan kelembutan cahaya rembulan. Aku memimpikannya, kita berjalan di tengah hutan dengan taman bunga ditengahnya, kemudian dia berkata “maaf” untuk perasaanku padanya… ari sedang menanti hati perempuan, hati perempuan yang begitu tulus dan suci, dibanding aku yang hanya dianggap “kenal” saja.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar